Mayor
TNI AD (Pur) R. Kadim Prawirodirdjo meneguhkan ucapan Mayjen (Pur) Sudarto,
dengan tegas mengatakan, pada saat pelucutan senjata Jepang, TKR belum
terbentuk. Pada waktu itu hanya ada Polisi (baik Umum, Central Special Police,
dan Polisi Istimewa) yang memiliki senjata. Merekalah yang memelopori pelucutan
senjata Jepang. Polisi Istimewa maju ke depan melucuti senjata Jepang. Sehingga
tak heran bila Polisi Istimewa yang kemudian berganti nama Mobile Brigade
sebagai sebuah kesatuan militer menerima anugerah tanda jada pahlawan atas jasa
di dalam perjuangan gerilya membela kemerdekaan negara. Kesiapan dan kematangan
polisi terjun ke medan laga, dalam kancah perjuangan revolusi kemerdekaan tidak
terjadi begitu saja. Kekuatan dibangun tidak cuma sehari. Tindakan progresif
revolusioner – memaklumkan diri sebagi Polisi Republik Indonesia dengan
tindakan melilitkan ban putih dengan tulisan merah ‘Polisi Istimewa’ pada
lengan kiri atas dan lencana merah putih berbentuk lonjong di peci, mengganti
lambang Sakura, merupakan tindakan yang memerlukan keberanian luar biasa.
Sumber: Kompasiana
1. KOMISARIS JENDERAL (POL) SOEKANTO TJOKRODIATMODJO
Komisaris Jenderal (Pol.) Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo (lahir di Bogor, Jawa Barat, 7 Juni1908 –meninggal di Jakarta, 24 Agustus 1993 pada umur 85 tahun) adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri; dulu bernama Kepala Djawatan Kepolisian Negara) pertama, menjabat dari 29 September 1945 hingga 14 Desember 1959.
Soekanto adalah mertua dari Sawito Kartowibowo, seorang tokoh yang namanya mencuat pada tahun1976 dalam Perkara Sawito. Namanya diabadikan dalam nama sebuah rumah sakit di Jakarta, Rumah Sakit Polri Soekanto di Kramat Jati.
Beliau diberhentikan Sebagai Kapolri pada tahun 1959 oleh Presiden Soekarno, akibat penolakannya atas Penggabungan Polisi dan TNI ke dalam ABRI.
2. KOMISARIS JENDERAL (POL) SOEKARNO DJOJONEGORO
Komisaris Polisi Raden Soekarno Djojonegoro (lahir di Banjarnegara, Jawa Tengah, 15 Mei 1908 – meninggal di Jakarta, 27 November 1975 pada umur 67 tahun) adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (dulu bernama Kepala Kepolisian Negara) dari 15 Desember 1959 hingga 29 Desember 1963.
Awal hidup dan karier
Ia adalah anak keempat Bupati Banjarnegara, Raden Adipati Djojonagoro II. Karier kepolisiannya dimulai pada tahun 1928, setelah ia menamatkan pendidikannya di Osvia. Jabatan pertamanya adalah AIB di Jatibarang. Ia kemudian menjadi Mantri Polisi Residen Jepara Rembang (1931), Asisten Wedana Banyumas (1934), Asisten Residen Lampung (1935), Mantri Polisi Kedungwuni, Pekalongan (1936), Asisten Wedana Polisi Tegal (1941), Kepala Seksi IV Polisi Kota Semarang (1942), Kepala Polisi Salatiga (1943), Kepala Polisi Istimewa Kota Semarang (1944), Keibikatyo Kota Semarang (1944), Kepala Polisi Kendal (1945), Kepala Umum Kantor Besar Polisi Semarang (1945), Kepala Polisi Karesidenan Pekalongan (Februari 1950), Kepala Polisi Karesidenan Surabaya (Agustus 1950),Kepala Kepolisian Provinsi Jawa Timur (Desember 1950), dan Ajun Kepala Kepolisian Negara (November 1959).
3. INSPEKTUR JENDERAL (POL) SOETJIPTO DANOEKOESOEMO
Inspektur Jenderal Soetjipto Danoekoesoemo (lahir di Tulungagung, Jawa Timur, 28 Februari 1922; umur 89 tahun) adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dari 30 Desember 1963 hingga 8 Mei 1965.
Masa kecilnya dihabiskan di bangku HIS, MULO dan SMA-C. Ia kemudian mengikuti pendidikan di Kotoka I (Sekolah Bagian Tinggi Kepolisian) Sukabumi (1943). Setelah tamat, Danoekoesoemo diangkat menjadi Komandan Batalyon Polisi Istimewa Sura-baya(1945).
Soetjipto kembali mengikuti pendidikan Hersholing Mobrig di Sukabumi (1950). Setelah itu, ia diangkat menjadi Wakil Koordinator dan Inspektur Mobile Brigade Polisi Jawa Timur (1951), dan Wakil Koordinator dan Inspektur Mobrig Polisi Jawa Tengah (1954). Ia lalu dikirim ke Italia untuk memperdalam untuk memperdalam ilmu kepolisian. Akhir tahun 1960, dia ditempatkan sebagai Ajun Komisaris Besar Polisi Kastaf pada Markas Pimpinan Komandan Mobrig Polisi Pusat.
Tahun 1961, Soetjipto menempuh pendidikan militer-kepolisian di Advance Army School, Fort Benning,Amerika Serikat, dilanjutkan dengan pendidikan di Army Command & General Staff College, Fort Leavenworth, serta kursus pertahanan sipil di New York. Sekembalinya ke Indonesia, ia dipromosikan menjabat Komandan Mobrig Polisi Pusat (1962). Dua tahun kemudian, Soetjipto dilantik menjadi Kepala Kepolisian Negara (1964) menggantikan Jenderal Pol.Soekarno Djojonagoro.
Beberapa peristiwa semasa menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara:
- 19 Maret 1965 - Sekolah Staf dan Komando Angkatan Kepolisian (Seskoak) di Lembang, Bandung, didirikan.
- 15 Maret 1965 - pemberlakuan KUHP Tentara, HAP Tentara dan KUDT bagi anggota Polri
Ia digantikan R. Soetjipto Joedodihardjo pada 9 Mei 1965. Selepas itu, ia menjadi Duta Besar Rl untuk Bulgaria (1966-1969) dan lalu menjadi anggota DPRGR dan MPRS (1970), serta Anggota DPR-MPR RI selama empat tahun (1971-1974).
4. INSPEKTUR JENDERAL (POL) SOETJIPTO JOEDODIHARDJO
Soetjipto Joedodihardjo (lahir di Jember, Jawa Timur, 27 April 1917 – meninggal 26 Maret 1984 pada umur 66 tahun) adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dari 9 Mei 1965 hingga 8 Mei 1968.
Joedodihardjo dilahirkan di Jember, pada 27 April 1917. Pada masa kecilnya ia belajar di HIS, KAE, MULO dan menamatkan Mosvia pada tahun 1939.
Soetjipto kemudian menjadi ambtenaar (pegawai negeri) dengan menjabat sebagai AIB Tanggul/Besuki (1939). Kemudian AIB di kota kelahirannya, Jember, tahun 1940. Sesudah itu kariernya berjalan dengan mantap dan terus menanjak. Ia berturut-turut menjadi Mantri Polisi Situbondo (1941), Mantri Polisi Surabaya (1941), Mantri Polisi Bondowoso (1942), Mantri Polisi Kalisat/Jember (1942), dan Itto Keibu Bondowoso (1943). Dari sini, dia mendapat latihan ilmu kepolisian di Taiwan (1944). Sebulan menjelang Proklamasi Kemerdekaan RI, dia masih menjadi Itto Keibu di Bondowoso.
Dua bulan setelah Kemerdekaan RI, tepatnya pada tanggal 1 Oktober 1945, Soetjipto menjadi Inspektur Polisi Kelas I pada Pasukan Polisi Istimewa Besuki (1945). Prestasinya menanjak, ketika dia ditarik ke Surabaya sebagai Wakil Komandan Mobrig Polisi Jawa Timur (1947). Kemudian menjadi Komandan Mobrig Polisi Jakarta Raya (1950), Komandan Mobrig Polisi Jawa Timur (1950), Komisaris Polisi Kelas I pada Jawatan Kepolisian Negara (1954), Lektor PTIK (1960), Komandan Komandemen Mobrig Pusat (1960), Asisten II Kastaf Komisaris Jenderal MBPN (1962), Kepala Pusat Pertahanan Sipil (1962).
Menginjak tahun 1962, Soetjipto sempat dikirim ke AS untuk satu setengah bulan. Dan, tahun ini pula, ketika Indonesia menjadi tuan rumahAsian Games IV, Komisaris Besar Polisi Soetjipto ditunjuk menjadi Pimpinan Harian Organizing Committeenya. Tiga tahun kemudian, 1965, dia diangkat menjadi Kepala Kepolisian Negara untuk masa jabatan sampai 1968. Semasa kepemimpinan Joedodihardjo ini, mulai berdiriAkademi Angkatan Kepolisian (1 Oktober 1965). Namun, pada 16 Desember 1965, pendidikan akademi itu disatukan ke dalam pendidikanABRI, dan namanya menjadi AKABRI Bagian Kepolisian.
Menjadi Menteri/Pangak RI
Masa kepemimpinan Kapolri R. Soetjipto Joedodihardjo penuh dengan gejolak. Sebab inilah masa transisi dari Orde Lama ke Orde Baru. Pada 9 Mei 1965, Presiden Soekarno melantik Raden Soetjipto Joedodihardjo menjadi Menteri/Pangak RI berpangkat Inspektur Jenderal Polisi.
Nama Departemen Angkatan Kepolisian (Depak) diubah menjadi Kementerian Angkatan Kepolisian (Kemak). Perubahan ini sehubungan dengan keluarnya Keputusan Presiden 27 Maret 1966 tentang susunan Kabinet Dwikora yang disempurnakan lagi (Dwikora III). Namun namanya berubah lagi menjadi Depak, pada 21 Agustus 1966. Hal ini dilakukan menyusul pembentukan organisasi Kabinet Ampera. Struktur organisasi kepolisian pun beberapa kali berubah karena kondisi dan situasi politik ketika itu agak memanas.
Jabatannya sebagai Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian digantikan oleh Drs. Hoegeng Imam Santoso. Kemudian ia mulai memasuki masa persiapan pensiun. Pada 1 November 1972, dia pensiun dari jajaran kepolisian. Pada tanggal 26 Maret 1984, Joedodihardjo meninggal dunia.
5. KOMISARIS JENDERAL (POL) HOEGENG IMAM SANTOSO
Hoegeng Imam Santoso (lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, 14 Oktober 1921 – meninggal14 Juli 2004 pada umur 82 tahun) adalah salah satu tokoh militer Indonesia dan juga salah satu penandatangan Petisi 50.
Latar belakang
Dia masuk pendidikan HIS pada usia enam tahun, kemudian melanjutkan ke MULO (1934) dan menempuh sekolah menengah di AMS Westers Klasiek (1937). Setelah itu, dia belajar ilmu hukum di Rechts Hoge School Batavia tahun 1940. Sewaktu pendudukan Jepang, dia mengikuti latihan kemiliteran Nippon (1942) dan Koto Keisatsu Ka I-Kai (1943). Baru dia diangkat menjadi Wakil Kepala Polisi Seksi II Jomblang Semarang (1944), Kepala Polisi Jomblang (1945), dan Komandan Polisi Tentara Laut Jawa Tengah (1945-1946). Kemudian mengikuti pendidikan Polisi Akademi dan bekerja di bagian Purel, Jawatan Kepolisian Negara.
Mas Hoegeng di luar kerja terkenal dengan kelompok pemusik Hawaii, The Hawaiian Seniors. Selain ikut menyanyi juga memainkan ukulele. Sering terdengar di Radio Elshinta dengan banyolan khas bersama Mas Yos.
Karier Kepolisian
Banyak hal terjadi selama kepemimpinan Kapolri Hoegeng Iman Santoso. Pertama, Hoegeng melakukan pembenahan beberapa bidang yang menyangkut Struktur Organisasi di tingkat Mabes Polri. Hasilnya, struktur yang baru lebih terkesan lebih dinamis dan komunikatif. Kedua, adalah soal perubahan nama pimpinan polisi dan markas besarnya. Berdasarkan Keppres No.52 Tahun 1969, sebutan Panglima Angkatan Kepolisian RI (Pangak) diubah menjadi Kepala Kepolisian RI (Kapolri). Dengan begitu, nama Markas Besar Angkatan Kepolisian pun berubah menjadi Markas Besar Kepolisian (Mabak).
Perubahan itu membawa sejumlah konsekuensi untuk beberapa instansi yang berada di Kapolri. Misalnya, sebutan Panglima Daerah Kepolisian (Pangdak) menjadi Kepala Daerah Kepolisian RI atau Kadapol. Demikian pula sebutan Seskoak menjadi Seskopol. Di bawah kepemimpinan Hoegeng peran serta Polri dalam peta organisasi Polisi Internasional, International Criminal Police Organization (ICPO), semakin aktif. Hal itu ditandai dengan dibukanya Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol di Jakarta.
Tahun 1950, Hoegeng mengikuti Kursus Orientasi di Provost Marshal General School pada Military Police School Port Gordon, George, Amerika Serikat. Dari situ, dia menjabat Kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya (1952). Lalu menjadi Kepala Bagian Reserse Kriminil Kantor Polisi Sumatera Utara (1956) di Medan. Tahun 1959, mengikuti pendidikan Pendidikan Brimob dan menjadi seorang Staf Direktorat II Mabes Kepolisian Negara (1960), Kepala Jawatan Imigrasi (1960), Menteri luran Negara (1965), dan menjadi Menteri Sekretaris Kabinet Inti tahun 1966. Setelah Hoegeng pindah ke markas Kepolisian Negara kariernya terus menanjak. Di situ, dia menjabat Deputi Operasi Pangak (1966), dan Deputi Men/Pangak Urusan Operasi juga masih dalam 1966. Terakhir, pada 5 Mei 1968, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Kepolisian Negara (tahun 1969, namanya kemudian berubah menjadi Kapolri), menggantikan Soetjipto Joedodihardjo. Hoegeng mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 2 Oktober 1971, dan digantikan oleh Drs. Mohamad Hasan.
Penghargaan
Atas semua pengabdiannya kepada negara, Hoegeng Imam Santoso telah menerima sejumlah tanda jasa,
- Bintang Gerilya
- Bintang Dharma
- Bintang Bhayangkara I
- Bintang Kartika Eka Paksi I
- Bintang Jalasena I
- Bintang Swa Buana Paksa I
- Satya Lencana Sapta Marga
- Satya Lencana Perang Kemerdekaan (I dan II)
- Satya Lencana Peringatan Kemerdekaan
- Satya Lencana Prasetya Pancawarsa
- Satya Lencana Dasa Warsa
- Satya Lencana GOM I
- Satya Lencana Yana Utama
- Satya Lencana Penegak
- Satya Lencana Ksatria Tamtama.
0 komentar:
Posting Komentar